Yth. Ibu/Bapak Guru SMK Bandung Timur.
Yang memerlukan format raport kelas x dan xi (kurikulum 2013) dan format raport kelas xii (kurikulum 2006). bisa di unduh disini.
Jumat, 17 Oktober 2014
Kamis, 16 Oktober 2014
Format Nilai UTS
yth. ibu bpk guru smk bandung timur yang memerlukan format nilai uts lengkap dengan formulanya bisa di download di sini,
dan jadwal supervisi kelas tiasa di unduh palih dieu.
dan jadwal supervisi kelas tiasa di unduh palih dieu.
Selasa, 02 September 2014
Tettott ... !!!
Jokowi Diminta Hentikan Kurikulum
2013
Thursday, 28 August 2014,
18:27 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA

Ia menjelaskan kurikulum 2013
diciptakan hanya dengan menggabungkan dan menyalin beberapa konsep dan
indikator dari kurikulum sebelumnya. Perubahan tersebut tidak dilakukan
berdasarkan kajian yang mendalam. Sehingga konsep dan indikator yang dihasilkan
menjadi tidak jelas.
Menurutnya, untuk tahun ajaran
sekolah 2014/2015 pemerintah dapat kembali menggunakan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
"Saya tidak mengatakan KBK dan
KTSP kurikulum yang sempurna. Tetapi jika dibandingkan kurikulum 2013, KBK dan
KTSP lebih baik. Karena jika harus menciptakan kurikulum baru perlu waktu yang
cukup panjang," ujar Weilin Han kepada Republika, Kamis (28/8).
Menurut Weilin, yang tepat untuk Indonesia
adalah kurikulum yang dapat memberikan kebebasan pada setiap daerah untuk
mengembangkan potensi masing-masing. Karena potensi dan kemampuan guru serta
siswa di setiap daerah berbeda-beda. Sehingga sistem pemerataan dan paten
nasional yang diterapkan pada kurikulum 2013 tidak tepat.
Untuk jangka panjang ia meminta
agar pemerintahan Jokowi segera merumuskan konsep dan landasan kurikulum yang
baru. Caranya, dengan melibatkan praktisi dan guru-guru yang ada.
Pemerintah juga harus mengadakan
pelatihan dan pendidikan guru SD, SMP dan SMA.
"Sampai saat ini kita belum memiliki buku putih kurikulum Indonesia.
Ini harus dibuat dulu dengan konsep, landasan dan indikator yang jelas agar
nasib pendidkan anak-anak Indonesia menjadi jelas, selain itu harus disertai
dengan pendidikan guru jadi sistemnya dijalankan secara paralel sehingga
output-nya bisa maksimal," paparnya.
Kamis, 28 Agustus 2014
Buku Kurikulum 2013
Yth. Bpk/Ibu Guru SMK Bandung Timur, nu peryogi Buku Bahasa Sunda Kls X-XI kurikulum 2013 sok sedot di dieu. PAI X dan XI na mah di sini sajjo, teras kanggo Buku Elektro na mah palih dieu, dan sedot di sini untuk buku Otomotip-nya.
Untuk buku mata pelajaran kelompok A dan Kelompok B kelas X bisa di unduh disini dan kelas XI-nya monggo di dieu unduhna.
Semoga bermanfaat.
Untuk buku mata pelajaran kelompok A dan Kelompok B kelas X bisa di unduh disini dan kelas XI-nya monggo di dieu unduhna.
Semoga bermanfaat.
Rabu, 23 Juli 2014
Silabus C1, C2 & C3
Kanggo ibu/bpk guru Produktif SMK Bandung Timur, silabus C.1 Teknologi & Rekayasa, C1 TIK, C1 Bismen berikut silabus C.2 dan Silabus C.3 tiasa di unduh palih dieu, semoga bermanfaat !
Prangkat & Adm. BT
Yth. Ibu/Bapak Guru SMK Bandung Timur nu peryogi Jadwal Pelajaran 2014/2015, Kalender Pendidikan, Contoh Format Perangkat, dan Silabus Kurikulum 2013 (PAI, Kelompok Mapel A & B, C1. Tek. dan Rekayasa, TIK dan Bismen) mangga kantun di sedot di sini , pami aya nu kirang sagala rupina, di badantenkeun kemudian. Hatur nuhun.
Minggu, 04 Mei 2014
Wujudkan Mimpi Indah-Mu
SELAMAT JALAN MURIDKU SAYANG

Kata Orang
bijak, “ada pertemuan ada pula perpisahan“.
Begitulah dengan para siswaku tercinta, mereka mulai diterima di sekolah kami
dalam keadaan penuh harapan. Mulai dari proses Penerimaan Siswa Baru (PSB) 3
tahun lalu, kemudian mereka dibina, diajarkan, dididik, dibimbing, diarahkan,
diatur, hingga mungkin disayangi oleh guru mereka, laksana seorang ayah dan ibu
yang menyayangi anak tercinta mereka. Hingga hari ini, mereka harus berpisah
dengan kami para gurunya. Mudah-mudahan saja ilmu yang diberikan selama 3 tahun
bisa menjadi anak tangga yang kokoh
untuk menaiki tangga berikutnya. Untuk selanjutnya para murid ini harus pergi
lagi menuntut ilmu untuk menggapai cita-cita dan mimpi-mimpi mereka.
Saya pun jadi
teringat lagu Laskar Pelangi dari Nidji.
Semoga lagu yang pernah populer sebagai sound track Film Laskar Pelangi ini
bisa menjadi peluru motivasi kepada seluruh siswa saya.
Nidji berpesan
dalam lagunya:
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya ….
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya ….
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warnai bintang di jiwa
Warnai bintang di jiwa
Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia selamanya
Walau dunia tak seindah surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia selamanya
Cinta kepada hidup
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita
Memberikan senyuman abadi
Walau hidup kadang tak adil
Tapi cinta lengkapi kita
Laskar pelangi takkan terikat waktu
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi
Jangan berhenti mewarnai
Jutaan mimpi di bumi
Sebagai guru
yang tugasnya mentransfer ilmu dan mendidik dengan hati, tentu saja banyak suka
dan duka bersama murid-muridnya. Sebagai murid, tentu saja mereka kadang-kadang
membuat senang dan bangga guru mereka. Tetapi tidak sedikit juga para murid
yang kadang-kadang membuat jengkel dan marah gurunya. Tetapi guru tetaplah guru. Dia harus berlapang
dada dan senang memberi maaf kepada kesalahan-kesalahan murid-muridnya. Toh
juga para murid telah dibuatkan trafffic light berupa rambu-rambu dan
Tata Tertib Sekolah di sekolah kami, agar mereka bisa dan terbiasa hidup
disiplin. Karena itulah fungsi ganda dari sekolah, yaitu: sebagai tempat untuk Belajar-Mengajar dan Mendidik. Jika ada
murid yang melanggar rambu-rambu itu, maka tugas sekolah lah yang harus terus
membina dan mendidik mereka hingga mereka benar-benar seperti anak yang disayang
ibu dan bapaknya.
Marahnya guru
kepada murid bukanlah seperti marahnya Polisi kepada Penjahat. Tetapi marahnya
guru adalah marah sayang. Itu ibarat marahnya Ayah
dan Ibu kepada Anaknya. Begitu pula cinta-nya guru kepada muridnya, bukanlah
cinta Romeo kepada Juliet, atau seperti perangko yang nempel di amplop, kendati banyak guru
yang akhirnya berjodoh dengan muridnya. Memang seperti katanya dalang “cinta itu datangnya dari mata lalu turun ke hati“.
Tak salah pula lah, jika guru (yang masih lajang) mau mempersunting muridnya
sebagai istri. Toh itu juga sesuatu yang sah dan halal melalui jalur
pernikahan.
Amat di
sayangkan memang, tahun ini tidak acara khusus seperti tahun-tahun sebelumnya. Dimana
ada acara seremonial khusus dan resmi, mulai dari pembukaan, sambutan-sambutan,
dan acara hiburan. Tak ada pesan menarik lagi
yang disampaikan oleh Ketua OSIS untuk kakak kelas mereka kelas XII yang akan
lulus seperti halya tahun lalu ada kalimat “Raihlah Baju Sarjana Sebelum Meraih Baju Pengantin”.
Dimana pesan ini saya anggap memiliki makna yang sangat mendalam dan tepat
sekali, mengingat bahwa tingkat Drop Out (DO) yang cukup besar dan persentase
siswa yang melanjutkan ke perguruan tinggi relatif kecil.

Walapun tak
ada acara dan tempat khusus, tak mengurangi keceriaan mereka walau terlihat
hambar. Walau tak ada acara dan tempat khusus tak menghilangkan semangat kami
untuk terus memberikan semangat, setidaknya dalam do’a-do’a kami.

"seperti halnya lomba lari penghalang, agar kita sukses dalam perjuangan, kita harus mampu dan berani setiap penghalang yang menghadang. Tegakan disiplin diri dengan tegas. Jangan malas, manja dan mudah bosan. Kalau kita tunduk oleh rasa malas, manja dan bosan, maka pasti nasib kita tidak akan berubah. Pastikanlah bahwa kalian bisa meraih cita-cita yang kalian impikan.
Selamat jalan, poke-E Sukses untuk Kalian Semua.
Kamis, 24 April 2014
Saat Nilai Salah Berbicara
SURAT TERBUKA UNTUK BAPAK MENTERI PENDIDIKAN: DILEMATIKA UJIAN NASIONAL
Dilematika UNAS : Saat Nilai Salah
Berbicara.
Sebuah surat terbuka, untuk Bapak Menteri
Pendidikan yang terhormat,
di tempat.
16. Mencontek adalah sebuah perbuatan…
a. terpaksa
b. terpuji
c. tercela
d. terbiasa
Ardi berhenti di soal nomor enam belas itu,
salah satu soal ulangan Budi Pekerti semasa dia kelas 2 SD dulu. Ia tertegun,
dan hatinya berdenyut perih saat dilihatnya sebuah coretan menyilang pilihan
jawaban C. Coretan tebal, panjang, ciri khas si Ardi kecil yang menjawab nomor
itu tanpa ragu, melainkan dengan penuh keyakinan…
Handphonenya berdering pelan, sebuah SMS
masuk. Ardi membukanya, dan ia menghela nafas dalam-dalam begitu membaca
isinya. “Jadi gimana Di, ikutan pakai ‘itu’ nggak?
Barangkali bukan kebetulan Ardi menemukan soal-soal
ulangan SD-nya saat ia mau mencari buku-buku lamanya, barangkali bukan
kebetulan Ardi membaca soal nomor enam belas dan jawaban polosnya itu, sebab
denyut perih di hatinya baru mereda setelah ia mengirim sebaris kalimat yakin… “Nggak, Jo, aku mau jujur aja.”
Sebuah balasan pahit mampir selang beberapa
detik setelahnya, “Ah, cemen kamu”.
Tapi tidak, Ardi tak goyah. Ia mengulum
senyum dan batinnya berbisik pelan, salah, Jo. Jujur itu keren.
UNAS. Sebuah jadwal tahunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa selama tahun-tahun
sebelumnya. Sebuah penentu kelayakan seorang siswa untuk lulus dari jenjang pendidikan
yang sudah dia jalani atau tidak. UNAS sudah sejak lama ada, meliputi berbagai
tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, sampai yang terakhir, yakni SMA. Sudah
sejak lama pula UNAS menuai pro dan kontra, yang mana rupanya kontra itu
belakangan ini berhasil ‘memaksa’ pemerintah untuk menghapuskan UNAS di
tingkatan SD. Sedang untuk tingkat SMP dan SMA, kemungkinan itu masih harus
menunggu.
Tiap kali UNAS akan digelar, seluruh elemen
masyarakat ikut tertarik ke dalam pusaran perbincangannya. Perdebatan tentang
perlu-tidaknya diadakan UNAS tak pernah absen dari obrolan ringan di warung
kopi, dan acara-acara yang mengklaim ingin memotivasi para peserta UNAS pun
bermunculan di berbagai channel televisi. Di sela-sela program motivasi itu,
jikalau ada sesi tanya-jawab, hampir bisa dipastikan akan ada seorang
partisipan yang melempar tanya:
“Bagaimana dengan kecurangan UNAS?”
Ah, ya, UNAS memang belum pernah lepas dari
ketidakjujuran.
Sekarang, jangan marah jika saya bilang
bahwa UNAS identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak
akan terlalu sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu
semakin berdengung di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan
tahukah apa yang menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga
pendidikan itu, tempat kita belajar mengeja kalimat ‘kejujuran adalah kunci
kesuksesan’ itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan
berita-berita ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.
UNAS dengan segala problematika dan
dilematika yang dibawanya memang tak pernah habis untuk dikupas, dan sayangnya
ia tak pernah bosan pula menemui jalan buntu. Dari tahun ke tahun selalu ada
laporan tentang kecurangan, tetapi ironisnya setiap tahun itu pula pemerintah
tetap tersenyum dan mengabarkan dengan bahagia bahwa ‘UNAS tahun ini mengalami
peningkatan, kelulusan tahun ini mengalami kenaikan, rata-rata tahun ini
mengalami kemajuan’, dan hal-hal indah lainnya. Dulu, saat saya belum menginjak
kelas tiga, saya berpikir bahwa grafik itu benar adanya dan saya pun
terkagum-kagum oleh peningkatan pendidikan yang dialami oleh generasi muda
Indonesia.
Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru
saja menjalani UNAS… dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi
percaya pada dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani
UNAS, saya justru punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak
beban pikiran yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi
tenang saja, Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu,
karena saya akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai
kekalutan dan tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya
menjadi tiga poin penting…
Pertama, tentang
kesamarataan bobot pertanyaan-pertanyaan UNAS, yang tahun ini Alhamdulillah ada
dua puluh paket.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat…
pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya seorang guru Bahasa
Indonesia bisa membuat 20 soal yang berbeda, dengan tingkat kesulitan yang
sama, untuk satu SKL saja? Pernah tidak terpikir oleh Bapak bagaimana caranya
seorang guru Biologi membuat 20 soal yang berbeda, dengan taraf kesulitan yang
sama, hanya untuk satu indikator ‘menjelaskan fungsi organel sel pada tumbuhan
dan hewan’?
Menurut otak sempit saya, sejujurnya, itu
mustahil. Mau tidak mau akan ada satu tipe soal yang memuat pertanyaan dengan
bobot lebih susah dari tipe lain. Hal ini jelas tidak adil untuk siswa yang
kebetulan apes, kebetulan mendapatkan tipe dengan soal susah sedemikian itu. Sebab
orang tidak akan pernah peduli apakah soal yang saya terima lebih susah dari si
A atau tidak. Manusia itu makhluk yang seringkali terpaku pada niai akhir, Pak.
Orang tidak akan pernah bertanya, ‘tipe soalmu ada berapa nomor yang susah?’
melainkan akan langsung bertanya, ‘nilai UNASmu berapa?’.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat, di
sini Bapak akan beralasan, barangkali, bahwa jika siswa sudah belajar, maka
sesusah apapun soalnya tidak akan bermasalah. Tapi coba ingat kembali, Pak, apa
sih tujuan diadakannya Ujian Nasional itu? Membuat sebuah standard untuk
mengevaluasi siswa Indonesia, ‘kan? Untuk menetapkan sebuah garis yang akan
jadi acuan bersama, ‘kan? Sekarang, bagaimana bisa UNAS dijadikan patokan
nasional saat antar paket saja ada ketidakmerataan bobot soal? Ini belum
tentang ketidakmerataan pendidikan antar daerah, lho, Pak.
Kedua, tentang
pertanyaan-pertanyaan UNAS tahun ini, yang, menurut saya, menyimpang dari SKL.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
saya tahu Bapak sudah mengklarifikasinya di twitter, bahwa soal tahun ini bobot
kesulitannya di naikkan sedikit (saya tertawa miris di bagian kata ‘sedikit’
ini). Tapi, aduh, jujur saya bingung juga Pak bagaimana menanggapinya. Pertama,
bobot soal kami dinaikkan hanya sampai standard Internasional. Kedua,
konfirmasi itu Bapak sampaikan setelah UNAS selesai. Saya jadi paham kenapa di
sekolah saya disiapkan tabung oksigen selama pelaksanaan UNAS. Mungkin sekolah
khawatir kami pingsan saking bahagianya menemui soal-soal itu, ‘kan?
Bapak, saya tidak mengerti, benar-benar
tidak mengerti… apa yang ada di pikiran Bapak-Bapak semua saat membuat,
menyusun, dan mencetak soal-soal itu? Bapak mengatakan di twitter Bapak, ‘tiap
tahun selalu ada keluhan siswa karena soal yang baru’. Tapi, Pak, sekali ini
saja… sekali ini saja saya mohon, Bapak duduk dengan santai, kumpulkan contoh
soal UNAS tahun dua ribu sebelas, dua ribu dua belas, dua ribu tiga belas, dan
dua ribu empat belas. Dengan kepala dingin coba Bapak bandingkan, perbedaan
tingkat kesulitan dua ribu sebelas dengan dua ribu dua belas seperti apa. Perbedaan
bobot dua ribu dua belas dengan dua ribu tiga belas seperti apa. Dan pada
akhirnya, coba perhatikan dan kaji baik-baik, perbedaan tipe dan taraf
kerumitan soal dua ribu tiga belas dengan dua ribu empat belas itu seperti apa.
Kalau Bapak masih merasa tidak ada yang
salah dengan soal-soal itu, saya ceritai sesuatu deh Pak. Bapak tahu tidak,
saat hari kedua UNAS, saya sempat mengingat-ingat dua soal Matematika yang
tidak saya bisa. Saya ingat-ingat sampai ke pilihan jawabannya sekalipun.
Kemudian, setelah UNAS selesai, saya pergi menghadap ke guru Matematika saya
untuk menanyakan dua soal itu. Saya tuliskan ke selembar kertas, saya serahkan
ke beliau dan saya tunggu. Lalu, hasilnya? Guru Matematika saya menggelengkan
kepalanya setelah berkutat dengan dua soal itu selama sepuluh menit. Ya… beliau
bilang ada yang salah dengan kedua soal itu. Tetapi yang ada di kepala saya
hanya pertanyaan-pertanyaan heran…
Bagaimana bisa Bapak menyuruh saya menjawab
sesuatu yang guru saya saja belum tentu bisa menjawabnya?
Tidak diuji dulukah kevalidan soal-soal
UNAS itu?
Bapak ujikan ke siapa soal-soal itu? Para
dosen perguruan tinggi? Mahasiswa-mahasiswa semester enam?
Lupakah Bapak bahwa nanti yang akan
menghadapi soal-soal itu adalah kami, para pelajar kelas tiga SMA dari seluruh
Indonesia?
Haruskah saya ingatkan lagi kepada Bapak
bahwa di Indonesia ini masih ada banyak sekolah-sekolah yang jangankan
mencicipi soal berstandard Internasional, dilengkapi dengan fasilitas
pengajaran yang layak saja sudah sujud syukur?
Etiskah menuntut sebelum memberi?
Etiskah memberi kami soal berstandard
Internasional di saat Bapak belum mampu memastikan bahwa seluruh Indonesia ini
siap untuk soal setingkat itu?
Pada bagian ini, Bapak mungkin akan
teringat dengan berita, ‘Pelajar Mengatakan bahwa UNAS Menyenangkan’. Kemudian
Bapak akan merasa tidak percaya dengan semua yang sudah saya katakan. Kalau
sudah begitu, itu hak Bapak. Saya sendiri juga tidak percaya kenapa ada yang
bisa mengatakan bahwa UNAS kemarin menyenangkan. Awalnya saya malah mengira
bahwa itu sarkasme, sebab sejujurnya, tidak sedikit teman-teman saya yang
menangis sesudah mengerjakan Biologi. Mereka menangis lagi setelah Matematika
dan Kimia. Lalu airmata mereka juga masih keluar seusai mengerjakan Fisika. Sekarang,
di mana letak ‘UNAS menyenangkan’ itu? Bagi saya, hanya ada dua jawabannya;
antara narasumber berita itu memang sangat pintar, atau dia menempuh jalan
pintas…
Jalan pintas itu adalah hal ketiga yang
menganggu pikiran saya selama UNAS ini. Sebuah bentuk kecurangan yang tidak
pernah saya pahami mengapa bisa terjadi, yaitu joki.
Mengapa saya tidak paham joki itu bisa
terjadi? Sebab, setiap tahun pemerintah selalu gembar-gembor bahwa “Soal UNAS
aman! Tidak akan bocor! Pasti terjamin steril dan bersih!”, tetapi ketika hari
H pelaksanaan… voila! Ada saja joki yang jawabannya tembus. Jika bocor itu
paling-paling hanya lima puluh persen benar, ini ada joki yang bisa sampai
sembilan puluh persen akurat. Sembilan puluh persen! Astaghfirullah hal adzim,
itu bukan bocor lagi namanya, melainkan banjir. Kemudian ajaibnya pula, yang
sudah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi hal ini sepanjang yang saya
lihat baru satu: menambah tipe soal! Kalau sewaktu saya SD dulu tipe UNAS hanya
satu, sewaktu SMP beranak-pinak menjadi lima. Puncaknya sewaktu SMA ini,
berkembang-biak menjadi 20 paket soal. Pemerintah agaknya menganggap bahwa
banyaknya paket soal akan membuat jawaban joki meleset dan UNAS dapat berjalan
mulus, murni, bersih, sebersih pakaian yang dicuci pakai detergen mahal.
Iya langsung bersih cling begitu, toh?
Nyatanya tidak.
Sekalipun dengan 20 paket soal, joki-joki
itu rupanya masih bisa memprediksi soal sekaligus jawabannya. Peningkatan
jumlah paket itu hanya membuat tarif mereka makin naik. Setahu saya, mereka
bahkan bisa menyertakan kalimat pertama untuk empat nomor tententu di tiap
paket agar para siswa bisa mencari yang mana paket mereka. Lho, kok bisa? Ya
entah. Tidak sampai di sana, jawaban yang mereka berikan pun bisa tembus sampai
di atas sembilan puluh persen. Lho, kok bisa? Ya sekali lagi, entah. Seperti
yang saya bilang, kalau sudah sampai sembilan puluh persen akurat begitu bukan
bocor lagi namanya, melainkan banjir bandang. Saat joki sudah bisa menyertakan
soal, bukan hanya jawaban, maka adalah sebuah misteri Ilahi jika pemerintah
masih sanggup bersumpah tidak ada main-main dari pihak dalam.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat,
saya memang hanya pelajar biasa. Tapi saya juga bisa membedakan mana jawaban
yang mengandalkan dukun dan mana jawaban yang didapat karena sempat melihat
soal. Apa salah kalau akhirnya saya mempertanyakan kredibilitas tim penyusun
dan pencetak soal? Sebab jujur saja, air hujan tidak akan menetesi lantai rumah
jika tidak ada kebocoran di atapnya.
Bapak Menteri Pendidikan yang terhormat…
tiga hal yang saya paparkan di atas sudah sejak lama menggumpal di hati dan
pikiran saya, menggedor-gedor batas kemampuan saya, menekan keyakinan dan iman
saya.
Pernah terpikirkah oleh Bapak, bahwa
tingkat soal yang sedemikian inilah yang memacu kami, para pelajar, untuk
berbuat curang? Jika tidak… saya beritahu satu hal, Pak. Ada beberapa teman
saya yang tadinya bertekad untuk jujur. Mereka belajar mati-matian, memfokuskan
diri pada materi yang diajarkan oleh para guru, dan berdoa dengan khusyuk.
Tetapi setelah melihat soal yang tidak berperikesiswaan itu, tekad mereka
luruh. Saat dihadapkan pada soal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya itu,
mereka runtuh. Mereka menangis, Pak. Apa kesalahan mereka sehingga mereka
pantas untuk dibuat menangis bahkan setelah mereka berusaha keras? Beberapa
dari mereka terpaksa mengintip jawaban yang disebar teman-teman, karena
dihantui oleh perasaan takut tidak lulus. Beberapa lainnya hanya bisa bertahan
dalam diam, menggenggam semangat mereka untuk jujur, berdoa di antara airmata
mereka… berharap Tuhan membantu.
Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan
teman-teman yang terpaksa curang setelah mereka belajar tetapi soal yang keluar
seperti itu. Kami mengemban harapan dan angan yang tak sedikit di pundak kami,
Pak. Harapan guru. Harapan sekolah. Harapan orangtua. Semakin jujur kami,
semakin berat beban itu. Sebelum sampai di gerbang UNAS, kami telah melewati
ulangan sekolah, ulangan praktek, dan berbagai ulangan lainnya. Tenaga, biaya,
dan pikiran kami sudah banyak terkuras. Tetapi saat kami menggenggam harapan
dan doa, apa yang Bapak hadapkan pada kami? Soal-soal yang menurut para
penyusunnya sendiri memuat soal OSN. Yang benar saja, Pak. Saya tantang Bapak untuk
duduk dan mengerjakan soal Matematika yang kami dapat di UNAS kemarin selama
dua jam tanpa melihat buku maupun internet. Jika Bapak bisa menjawab benar lima
puluh persen saja, Bapak saya akui pantas menjadi Menteri. Kalau Bapak berdalih
‘ah, ini bukan bidang saya’, lantas Bapak anggap kami ini apa? Apa Bapak kira
kami semua ini anak OSN? Apa Bapak kira kami semua pintar di Matematika,
Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris sekaligus? Teganya
Bapak menyuruh kami untuk lulus di semua bidang itu? Sudah sepercaya itukah
Bapak pada kecerdasan kami?
Tidak.
Tentu saja Bapak tidak sepercaya itu pada
kami. Sebab jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sampai terpikir untuk membuat
dua puluh paket soal, padahal lima paket saja belum tentu bobot soal kelima
paket itu seratus persen sama. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan sengaja
meletakkan persentase UNAS di atas persentase nilai sekolah untuk nilai akhir
kami, padahal belum tentu kemurnian nilai UNAS itu di atas kemurnian nilai
sekolah. Jika Bapak percaya, Bapak tidak akan merasa perlu untuk melakukan
sidak. Jika Bapak percaya… mungkin Bapak bahkan tidak akan merasa perlu untuk
mengadakan UNAS.
Anda akan mengatakan kalimat klise itu, Pak, bahwa nilai
itu tidak penting, yang penting itu kejujuran.
Tapi tahukah, bahwa kebijakan Bapak sangat
kontradiktif dengan kata-kata Bapak itu? Bapak memasukkan nilai UNAS sebagai
pertimbangan SNMPTN Undangan. Bapak meletakkan bobot UNAS (yang hanya
berlangsung tiga hari tanpa jaminan bahwa siswa yang menjalani berada dalam
kondisi optimalnya) di atas bobot nilai sekolah (yang selama tiga tahun sudah
susah payah kami perjuangkan) dalam rumus nilai akhir kami. Bapak secara tidak
langsung menekankan bahwa UNAS itu penting, dan itulah kenyataannya, Pak.
Itulah kenyataan yang membuat kami, para pelajar, goyah. Takut. Tertekan.
Tahukah Bapak bahwa kepercayaan diri siswa mudah hancur? Pertahanan kami
semakin remuk ketika kami dihadapkan oleh soal yang berada di luar pengalaman
kami. Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelumnya? Bahwa soal yang di luar
kemampuan kami, soal yang luput Bapak sosialisasikan kepada kami meskipun
persiapan UNAS tidak hanya satu-dua minggu dan Bapak sebetulnya punya banyak
kesempatan jika saja Bapak mau, sesungguhnya bisa membuat kami mengalami mental
breakdown yang sangat kuat? Pernahkah Bapak pikirkan ini sebelum memutuskan
untuk mengeluarkan soal-soal tidak berperikesiswaan itu dalam UNAS, yang notabene
adalah penentu kelulusan kami?
Pada akhirnya, Pak, izinkan saya untuk
mengatakan, bahwa apa yang sudah Bapak lakukan sejauh ini tentang UNAS justru
hanya membuat kecurangan semakin merebak. Bapak dan orang-orang dewasa lainnya
sering mengatakan bahwa kami adalah remaja yang masih labil. Masih dalam proses
pencarian jati diri. Sering bertingkah tidak tahu diri, melanggar norma, dan
berbuat onar. Tapi tahukah, ketika seharusnya Bapak selaku orangtua kami
memberikan kami petunjuk ke jalan yang baik, apa yang Bapak lakukan dengan UNAS
selama tiga hari ini justru mengarahkan kami kepada jati diri yang buruk.
Tingkat kesulitan yang belum pernah disosialisasikan ke siswa, joki yang tidak
pernah diusut sampai tuntas letak kebocorannya, paket soal yang belum jelas
kesamarataan bobotnya, semua itu justru mengarahkan kami, para siswa, untuk
mengambil jalan pintas. Sekolah pun ditekan oleh target lulus seratus persen,
sehingga mereka diam menghadapi fenomena itu alih-alih menentang keras. Para
pendidik terdiam ketika seharusnya mereka berteriak lantang menentang dusta. Kalau
perlu, sekalian jalin kesepakatan dengan sekolah lain yang kebetulan menjadi
pengawas, agar anak didiknya tidak dipersulit.
Sampai sini, masih beranikah Bapak katakan
bahwa tidak ada yang salah dengan UNAS? Ada yang salah, Pak. Ada lubang yang
menganga sangat besar tidak hanya pada UNAS tetapi juga pada sistem pendidikan
di negeri ini. Siapa yang salah? Barangkali sekolah yang salah, karena telah
membiarkan kami untuk menyeberang di jalur yang tak benar. Barangkali kami yang
salah, karena kami terlalu pengecut untuk mempertahankan kejujuran. Barangkali
joki-joki itu yang salah, karena mereka menjual kecurangan dan melecehkan ilmu
untuk mendapat uang.
Tapi tidak salah jugakah pemerintah? Tidak
salah jugakah tim penyusun UNAS? Tidak salah jugakah tim pencetak UNAS? Ingat
Pak, kejahatan terjadi karena ada kesempatan. Bukankah sudah menjadi tugas
Bapak selaku yang berwenang untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berlaku
curang itu tidak ada?
Mungkin Bapak tidak akan percaya pada saya,
dan Bapak akan berkata, “Kita lihat saja hasilnya nanti.”
Kemudian sebulan lagi ketika hasil yang
keluar membahagiakan, ketika angka delapan dan sembilan bertebaran di
mana-mana, Bapak akan melupakan semua protes yang saya sampaikan. Bapak akan
menganggap ini semua angin lalu. Bapak akan berpesta di atas grafik indah itu,
menggelar ucapan selamat kepada mereka yang lulus, kepada tim UNAS, kepada diri
Bapak sendiri, dan Bapak akan lupa. Bapak yang saya yakin sudah berkali-kali
mendengar pepatah ‘don’t judge a book by its cover’, akan lupa untuk melihat ke
balik kover indah itu. Bapak akan melupakan kemungkinan bahwa yang Bapak lihat
itu adalah hasil kerja para ‘ghost writer UNAS’. Bapak akan lupa untuk bertanya
kepada diri Bapak, berapa persen dari grafik itu yang mengerjakan dengan jujur?
Kemudian Bapak akan memutuskan bahwa Indonesia sudah siap dengan UNAS
berstandard Internasional, padahal kenyataannya belum. Joki-jokinyalah yang
sudah siap, bukan kami. Mengerikan bukan, Pak, efek dari tidak terusut
tuntasnya joki di negeri ini? Mengerikan bukan, Pak, ketika kebohongan menjelma
menjadi kebenaran semu?
Bapak, tiga hari ini, kami yang jujur sudah
menelan pil pahit. Pil pahit karena ketika kami berusaha begitu keras, beberapa
teman kami dengan nyamannya tertidur pulas karena sudah mendapat wangsit
sebelum ulangan. Pil pahit karena ketika kami masih harus berjuang menjawab
beberapa soal di waktu yang semakin sempit, beberapa teman kami membuat
keributan dengan santai, sedangkan para pengawas terlalu takut untuk menegur
karena sudah ada perjanjian antar sekolah. Pil pahit, karena kami tidak tahu
hasil apa yang akan kami terima nanti, apakah kami bisa tersenyum, ataukah
harus menangis lagi…
Berhentilah bersembunyi di balik kata-kata,
“Saya percaya masih ada yang jujur di generasi muda kita”. Ya ampun Pak, kalau
hanya itu saya juga percaya. Tetapi masalahnya bukan ada atau tidak ada,
melainkan berapa, dan banyakan yang mana? Sebab yang akan Bapak lihat di grafik
itu adalah grafik mayoritas. Bagaimana jika mayoritas justru yang tidak jujur,
Pak? Cobalah, untuk kali ini saja tanyakan ke dalam hati Bapak, berapa persen
siswa yang bisa dijamin jujur dalam UNAS, dibandingkan dengan yang hanya jujur
di atas kertas?
(Ngomong-ngomong, Pak, banyak dosa bisa
menyebabkan negara celaka. Kalau mau membantu mengurangi dosa masyarakat
Indonesia, saya punya satu usul efektif. Hapuskan kolom ‘saya mengerjakan ujian
dengan jujur’ dari lembar jawaban UNAS.)
UNAS bukan hal remeh, Pak, sama sekali
bukan; terutama ketika hasilnya dijadikan parameter kelulusan siswa, parameter
hasil belajar tiga tahun, sekaligus pertimbangan layak tidaknya kami untuk
masuk universitas tujuan kami. Jika derajat UNAS diletakkan setinggi itu,
mestinya kredibilitas UNAS juga dijunjung tinggi pula. Mestinya tak ada cerita
tentang soal bocor, bobot tidak merata, dan tingkat kesulitan luput
disosialisasikan ke siswa.
Kejujuran itu awalnya sakit, tapi buahnya
manis.
Dan saya tahu itu, Pak.
Tapi bukankah Pengadilan Negeri tetap ada
meski kita semua tahu keadilan pasti akan menang?
Bukankah satuan kepolisian masih terus
merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?
Dan bukankah itu tugas Bapak dan
instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda,
bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?
Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.
Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk
menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.
Kami yang berusaha jujur masih belum tahu
bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh
jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih
berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong,
perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan
sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu
adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan
tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu
kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari
kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat
untuk mengamalkannya tiba…
Dari anakmu yang meredam sakit,
Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.
Nurmillaty Abadiah
Sumber: Note Facebook yang dilaporkan ke akun twitter twitter.com@AyoTolakUN
Selasa, 22 April 2014
Celebration of the 96
SEJARAH TRAGEDI HILLSBOROUGH
"JUSTICE FOR THE 96"
Hillsborough, Sheffield 15 April 1989.....Sekitar
15.000 suporter travelling fans berangkat lebih awal dari Liverpool dan
berbondong-bondong menuju stadion Hillsborough, Sheffield. Mereka datang guna
mendukung Liverpool yang akan segera menjalani partai semifinal piala FA 1989
menghadapi Nottingham Forest. Sabtu pagi yang cerah membawa atmosfer yang bagus
dan semangat menggelora ditunjukkan para suporter untuk. Mereka tak
mempedulikan bagaimana cara mereka datang ke Sheffield. Apakah menggunakan bus
atau kereta api. mendukung Liverpool. Yang pasti semua supporter
menggambarkan hari sabtu itu seperti hari karnaval. Hari itu, semua jiwa
bersatu untuk mendukung Liverpool. Namun nampakanya semua akan berubah hanya
dalam 1 jam saja..... Liverpool pada saat itu diprediksikan akan dapat
mengalahkan Nottingham Forest yang menjadi pesakitan tahun sebelumnya di tempat
yang sama. Tiket pertandingan di Hillsborough yang biasanya tidak terjual
habis, khusus hari itu, Liverpool yang menjadi alasan tiket terjual habis.
Namun kacaunya panitia tidak memperhitungkan jumlah fans Liverpool yang datang
dengan tempat di mana supporter Liverpool kelak ditempatkan. Tempat di mana
akan menjadi saksi sejarah tragedi sepakbola terbesar di Inggris. “ ladang
kematian“ bernama " The Lapping Lane ". Panitia mengalokasikan kapasitas
tempat untuk 14.000 ribu tribun berdiri di lapping lane yang notabene
satu-satunya tribun kecil di sana. Yang lebih tidak masuk akal lagi, Polisi
memilih memilih Spion Kop End yang memuat sekitar 21.000 orang untuk menampung
supporter Nottingham. Logikanya, Daya tarik pertandingan tersebut ditujukkan
untuk fans Liverpool, namun polisi lebih memilih " mengamakan "
suporter Nottingham. Otomatis, salah persepsi para petugas keamana dan panitia
setempat menjadi awal bencanannya. Suporter datang dengan jumlah yg sangat
besar.
The Lapping lane hanya mampu memuat sekitar 14,600 orang namun hari itu
jumlah suporter yang datang sudah di luar perkiraan. Pukul 2 pm para suporter
kedua belah kubu mulai berdatangan dalam jumlah besar dengan kawalan polisi
berkuda setempat.
Kerumunan supporter menjadi alasan polisi setempat memperketat keamanan
di sekitar stadion dan mengambil alih pengawasan para suporter. Pukul 2.30 pm ,
kerumunan sekitar pagar masuk semakin meluap saat turnstile (pintu masuk
berputar) dibuka. Aliran supporter Liverpool dengan jumlah besar masuk bagaikan
longsoran manusia dan segera menempati tribun tersebut. Bisa dibayangkan 10.000
orang mengalir masuk ke dalam The Lapping Lane dengan hanya menyediakan 3
gerbang masuk dan 7 pintu masuk putar. Dipastikan ini sangat tidak
kemanusiawian yang dapat mendeskripsikan keadaan saat itu dengan keadaan
stadion yang penuh sesak dan pengap. Suporter Liverpool yang masih tertinggal
diluar sekitar 2000-5000 orang berusaha merengsek masuk ke dalam stadion. diantaranya
tanpa tiket. Menurut pengakuan petugas keamanan yang bertugas di luar stadion
mengganggap desakan para supporter Liverpool masuk ke dalam stadion disebabkan
karena banyak dari mereka yang dalam pengaruh alkohol dalam jumlah besar. Hal
tersebut yang menjadi acuan utama para penyelidik untuk mengamati kronologi
kejadian tersebut dan sebagai barang bukti utamanya. Namun pada akhirnya
semuanya akan dibantah dan sangat tidak rasional saat semua suporter yg sangat
antusias dituduh dalam pengaruh alkohol. Lanjut ke TKP, mendengar volume
manusia yang berusaha masuk kedalam stadion semakin menggila dan untuk
mengantisipasi jatuhnya korban, Inspektur Marshal di sana yang hari itu
bertugas,David Duckenfield memerintahakn untuk membuka gerbang C dimana sektor 3
dan 4 berada. Sektor 3 dan 4 yang saat itu sudah penuh sesak dengan fans yang
sudah berada di dalamnya sebelumnya. Akibatnya " Fatal Crush "
terjadi.....
Sebelum Duckenfield mampu memerintahkan official untuk menunda kick
off, Aliran manusia dalam jumlah besar masuk tanpa mampu dihentikan. .Aliran
manusia mengalir deras masuk ke gerbang C dan memenuhi blok tiga dan empat yang
sudah dipenuhi oleh fans sebelumnya. Para supporter yang berada di kedua blok
tersebut terdesak ke depan dan terjempit di antara pagar pembatas “ ladang
kematian “ tersebut. Keputusan Duckenfield untuk membuka gerbang C sangat fatal
akibatnya. Keputusan dia sangat terburu-buru. Logikanya... Seharusnya sebelum
Duckenfield memutuskan untuk membuka gerbang C, dia harus meminta konfirmasi
petugas yang berada di blok 3 dan 4 apakah kedua blok tersebut mampu menampung
tambahan supporter atau tidak, namun semuanya terlambat.
Akibatnya 96 fans Liverpool tewas terjepit, terinjak dan kehabisan
oksigen di dalam ladang kematian tersebut. Rincian korbannya: 89 suporter pria
dan 7 perempuan meninggal di tempat kejadian dan saat di bawa ke
hospital.Sepertiga dari korban meninggal berumur 20 tahun. Korban termuda
adalah seorang anak laki-laki berumur 10 tahun bernama Jon Paul Gihooley yang
merupakan sepupu Steven Gerrard. Korban meninggal banyak ditemukan di blok 3
dan korban injury banyak di temukan di sektor 3 dan sebagian sektor 4. Sekitar
730 di dalam dan 36 suporter di luar stadion menderita cedera ringan hingga
parah seperti brain malfunction(kekurangan oksigen). Kisah memilukan terjadi
kepada salah satu korban yang terakhir meninggal, Tony Bland.... Tony Bland
merupakan korban selamat yang meninggal 3 tahun setelah kejadian. Dia mengalami
kerusakan otak parah akibat kekurangan oksigen saat terjepit diantara para
fans. Tony Bland mengalami kerusakan otak yang memaksa dia hidup dalam setengah
koma selama 3 tahun di rumah sakit. Pada 3 March 1993 dia meninggal di hospital
atas kesepakatam pihak keluarganya dan para doktor melalui cara " dipaksa
meninggal " dan dia menjadi korban meninggal yang ke 96 dalam tragedy
tersebut. Dia merupakan pasien pertama di Inggris yang diperbolehkan meninggal
oleh hukum Inggris. Dia meninggal dengan cara asupan gizinya dihentikan.
Kegagalan polisi dalam mengontrol laju aliran para supporter dinilai
sebagai penyebab utama tragedi tersebut. Penyilidkan mengenai penyebab2 tragedi
Hillsborough terjadi segera dilakukan oleh kepolisian Inggris. Sampai keluar
hasil penyelidikan yg disebut " Taylor Inquiry ". Taylor Inquiry adalah
hasil penyelidikan yg diputuskan oleh hakim Taylor. Sampai keluar hasil
penyelidikan yg disebut " Taylor Inquiry ". Taylor Inquiry adalah
hasil penyelidikan yg diputuskan oleh hakim Taylor
1. Kegagalan polisi untuk mencegah dan memotong aliran manusia di
Gerbang C sesaat sebelum kejadian
2. Sektor 3 dan 4 nyatanya telah penuh sebelum aliran
tambahan manusia dari gerbang C masuk
3. Ukuran pintu masuk
di gerbang parimeter terlalu kecil menyebabkan usaha penyelamatan terhambat yg
menyebabkan banyak korban tewas. Gerbang C nyatanya gerbang yang diperuntukka
sebagai pintu keluar stadion. So, alasan membuka gerbang C karena untuk
menghindari tragedi sangatlah tidak diperkenankan dalam situasi tersebut
Akibat dari tragedi Hillsborough ini, tribun berdiri di seluruh stadion
di Inggris tidak boleh diperkenankan lagi. Nah dari situlah, The Kop End
Classic harus diruntuhkan dan digantikan tribun yang lebih layak. Citra buruk
suporter mulai menguat sesudah tragedi Hillsborough terjadi, pelakunya The Sun
yang menurunkan 3 subjudul kontroversi. Beberapa jam setelah tragedi terjadi,
The Sun menurunkan sebuah headline controversial dengan 3 subjudul berita yang
benar-benar menghancurkan hati para keluarga korban, di saat seharusnya mereka
membaca berita yg bisa menghilangkan kesedihan serta trauma yg mendalam. 3
subjudul tersebut berisikan 3 tuduhan pewarta The Sun yang " katanya
" menyaksikan langsung kejadian tersebut. Isinya:
1. Fans Liverpool mengencingi para polisi yang sedang bertugas
2. Beberapa fans Liverpool menguntili barang-barang milik korban
3. Beberapa fans Liverpool menghalangi para petugas medis untuk
memberikan pertolongan kepada korban
Ketiga subjudul tersebut memojokkan para suporter Liverpool dan melukai
keluarga para korban meninggal di Hillsborough dan membuat marah semua yang
merasa terkait dengan tragedy tersebut. Orang yang menurunkan headline tersebut
yang merupakan editor The Sun sendiri adalah Kevin MacKenzie. Saat itu juga The
Sun diboikot sama warga satu kota Liverpool dan menjadi media baca yang
diharamkan di kota Liverpool dan sekitarnya. 3 bulan setelah kejadian headline
itu, editor biadab The Sun, Kelvin MacKenzie mengaku terjadi kesalahan terhadap
3 sub judul tersebut. Namun nasi sudah menjadi bubur dan non sense juga judul
itu mereka klaim terdapat kekeliruan di dalam headline tersebut namun
sepertinya respon tersebut hanya digunakan mereka sebagai alasan untuk menghilangkan
jejak dari kasus ini. Si Kelvin hanya meminta maaf secara personal saja, The
Sun-nya pun masih menganggap mereka tak bersalah yang membuat fans Liverpool
geram. 15 tahun kemudian tepat 7 Juli 2004. The Sun akhirnya meminta maaf
keseluruh keluaraga para korban dan masyarakat Liverpool atas headline
kontorvesial tersebut . Permintaan maaf terbuka The Sun sama sekali tidak
direspon oleh para keluarga korban dan fans LFC, mereka tetap menganggap the
Sun " haram "haram"haram.
Untuk mengenang para korban, Masyarakat Inggris nyatanya punya bentuk
empati yang sangat besar. Sebagai bentuk belasungkawa mereka, beberapa monumen
peringatan tragedi Hillsborough dibuat beberapa tahun setelah kejadian tersebut
antara lain:
1. Dua obor api di lambang Liverpool ini untuk melambangkan ke 96
korban meninggal di Hillsborough
2. Monumen yang berisikan nama-nama para korban tragedi
Hillsborough di samping Shanklu Gate
3. Sebuah batu pahatan di katredal anglican Liverpool yang
berisikan tulisan " Hillsborough, YNWA "
4. Batu nisan yang bertuliskan ucapan bela sungkawa di
persimpangan jalan antara Middlewood Road, Leppings Lane and Wadsley Lane
Inilah 96 nama brother and sister yang gugur di The Lapping
Lane, Hillsborough:
John Alfred Anderson (62), Colin Mark Ashcroft (19), James Gary
Aspinall (18), Kester Roger Marcus Ball (16), Gerard Bernard Patrick Baron
(67), Simon Bell (17), Barry Sidney Bennett (26), David John Benson (22), David
William Birtle (22), Tony Bland (22), Paul David Brady (21), Simon Bell (17),
Barry Sidney Bennett (26), David John Benson (22), David William Birtle (22),
Tony Bland (22), Paul David Brady (21), Andrew Mark Brookes (26), Carl Brown
(18), David Steven Brown (25), Henry Thomas Burke (47), Peter Andrew Burkett
(24), Paul William Carlile(19), Gary Christopher Church (19), Joseph Clark
(29), Paul Clark (18), Gary Collins (22), Stephen Paul Copoc (20), Tracey
Elizabeth Cox (23), James Philip Delaney (19), Christopher Barry Devonside
(18), Christopher Edwards (29), Vincent Michael Fitzsimmons (34), Thomas Steven
Fox (21), Jon-Paul Gilhooley *Stevie G's cousin (10), Barry Glover (27), Ian
Thomas Glover (20), Derrick George Godwin (24), Roy Harry Hamilton (34), Philip
Hammond (14), Eric Hankin (33), Gary Harrison (27), Stephen Francis Harrison
(31), Peter Andrew Harrison (15), David Hawley (39), James Robert Hennessy
(29), Paul Anthony Hewitson (26), Carl Darren Hewitt (17), Nicholas Michael
Hewitt (16), Sarah Louise Hicks (19), Victoria Jane Hicks (15), Gordon Rodney
Horn (20), Arthur Horrocks (41),Thomas Howard (39), Thomas Anthony Howard (14),
Eric George Hughes (42), Alan Johnston (29), Christine Anne Jones (27), Gary
Philip Jones(18), Richard Jones (25), Nicholas Peter Joynes(27), Anthony Peter
Kelly(29), Michael David Kelly (38), Carl David Lewis (18), David William
Mather (19), Brian Christopher Mathews (38), Francis Joseph McAllister (27),
John McBrien (18) Marion Hazel McCabe (21), Joseph Daniel McCarthy (21), Peter
McDonnell (21), Alan McGlone (28), Keith McGrath (17), Paul Brian Murray (14) ,Lee
Nicol (14), Stephen Francis O'Neill (17), Jonathon Owens (18), William Roy
Pemberton (23), Carl William Rimmer (21), Graham John Roberts (24), Steven
Joseph Robinson (17), Henry Charles Rogers (17), Colin Andrew Hugh William
Sefton (23), Inger Shah(38), Paula Ann Smith(26), Adam Edward Spearritt (14),
Philip John Steele (15), David Leonard Thomas (23), Patrick John Thompson(35),
Peter Reuben Thompson (30), Stuart Paul William Thompson (17), Peter Francis
Tootle (21), Christopher James Traynor (26), Martin Kevin Traynor (16), Kevin
Tyrrell (15), Colin Wafer (19), Ian David Whelan (19), Martin Kenneth Wild
(29), Kevin Daniel Williams (15), Graham John Wright (17)
Apa yang tertulis di sini adalah sejarah Hillsborough.
Tetapi sejarah ini adalah sejarah untuk saat ini. Ini tidak akan berakhir di
sini karena keluarga para korban Hillsborough akan terus berjuang untuk
keadilan demi brother and sister yang gugur di Hillsborough
Justice has never been done but their memory will carry on
Sumebr : 90% dari @IndoStevieG
Tambahan: Sejak bencana di Hillsborough, Bersama Hillsborough Family Support Group (HFSG), supporter Liverpool terus menuntut keadilan atas meninggalnya 96 anggota keluarga, saudara, teman mereka. Selama hampir dua dekade tanpa kenal lelah HFSG terus mengkampanyekan Hillsborough : JusticeFor96. Namun sampai saat ini blm ada keadilan, siapa yg bertanggung jawab atas kejadian tsbt ?. FA sebagai penyelenggara,dan panitia2 yg ceroboh memberikan tiket lebih dari kapasitas,serta banyak lagi yg seharusnya bertanggung jawab atas kejadian itu, tak tersentuh hukum sampai saat ini. perjuangan ini juga di ketuai oleh Kenny Dalglish. dan inilah salah satu alasan para keluarga korban dan penduduk Liverpool, meminta pada kerajaan Inggris utk memberikan penghargan "Sir" pada Kenny.
Langganan:
Postingan (Atom)