8 Alasan Siswa Tidak Lulus UN
OPINI | 05 April
2012 | 15:37Dibaca: 1271 Komentar:
26 1 aktual
Dzulfikar : Edukasi Kompasiana
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/05/8-alasan-siswa-tidak-lulus-un-452643.html
Dzulfikar : Edukasi Kompasiana
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/05/8-alasan-siswa-tidak-lulus-un-452643.html
Tidak lulus UN seakan menjadi
“kiamat kecil” bagi siswa dan orang tua. Selain menanggung malu siswa akan
menjadi trauma ketika harus berhadapan dengan yang namanya ujian. Sejujurnya
ujian bukanlah sebuah penghakiman. Dalam tulisan Prof. Renald Khasali yang saya
baca dalam sebuah artikel di Facebook diceritakan tentang pengalaman beliau
ketika berhadapan dengan beberapa penguji saat melakukan sidang. Perbedaan
tersebut adalah dari mental para pengujinya. Sebagian besar penguji di Negara
maju tidak memiliki tendensi untuk menjatuhkan siswa saat diuji. Jika ada
kesalahan justru akan dijelaskan kesalahannya dan diberikan clue untuk
mempertahankan tulisannya. Lain lagi dengan di Indonesia yang terkesan bahwa
ujian adalah ajang balas dendam para penguji atau penghakiman. Sehingga
manusia-manusia Indonesia lebih banyak yang melempem padahal punya potensi luar
biasa. Memang tidak semuanya demikian tapi saya rasa masih ada yang seperti
itu.
UN jika dilihat dari kacamata
siswa adalah sebuah hal yang menakutkan. Sehingga siswa seolah sedang
“dihakimi” dengan lembaran-lembaran soal yang menentukan kelusannya setelah 3
atau 6 tahun mengenyam bangku sekolah. Karena taruhannya lulus dan tidak lulus.
Jika lulus tentu masalah akan aman dan selamat lah dari rasa malu. Jika tidak
lulus siap-siap mendapatkan hukuman sosial secara tidak langsung. Stigma
negative masyarakat tentang siswa yang tidak lulus ini begitu kuat. Sehingga tak
jarang ada siswa yang tidak siap mental melakukan hal-hal diluar batas
kesadaran karena efek tekanan yang begitu mendalam.
Jika di perhatikan lebih
lanjut sebetulnya ada beberapa hal sepele yang membuat seorang siswa tidak
lulus Ujian Nasional. Hal yang akan saya sebutkan dibawah ini lebih banyak
kesalahan teknis dibandingkan non teknis.
Pertama, lembar jawaban computer adalah
lembaran “suci” yang tidak boleh sobek, berlubang, kotor, bahkan terlipat.
Karena kesalahan dalam proses scanning akan menyebabkan tidak terbacanya lembar
jawaban tersebut. Kotor mungkn masih bisa di hapus atau di bersihkan, tetapi
jika sudah berlubang bahkan robek siswa harus mengganti lembar jawaban yang
rusak itu dengan yang baru. Hasilnya jika tetap di scan tentu saja lembar jawaban
tersebut tidak akan berarti apapun selain error.
Kedua, karena UN dilaksanakan dalam beberapa hari yang berbeda
dengan pelajaran yang berbeda, tentunya siwa harus mengisi jawaban
dengan lembar jawaban yang berbeda. Inilah yang luput dari ketelitian. Terkadang
ada siswa yang mengisi nama yang berbeda di lembar pertama dengan lembar yang
lainnya. Tentu saja hal ini akan menyulitkan ketika nomor pesertanya pun tidak
terbaca. Maka kelengkapan dan kesamaan pengisian data harus dipastikan lengkap
mulai dari hari pertama hingga hari terakhir ujian.
Ketiga, pensil 2 B. Pensil
2 B sebetulnya bukan syarat mutlak agar lembar jawaban computer terbaca. Pernah
di ujikan jika lembar jawaban tersebut diisi dengan menggunakan spidol.
Ternyata hasilnya dapat terbaca, namun kelemahan spidol adalah tidak terbaca.
Mengapa harus pensil 2 B. Pensil 2 B memiliki ketebalan yang cukup agar lembar
jawaban computer dapat terbaca. Tidak terlalu tebal juga tidak terlalu tipis.
Jika terlalu tebal tentu akan mengotori lembar jawaban manakala jawaban yang
telah di bulatkan/disilang akan diganti dengan jawaban lainnya. Jika terlalu
tipis juga potensi tidak terbaca scanner akan semakin besar. Boleh menggunakan
pensil mekanik tapi pastikan isinya adalah 2B. Soal merek tidak banyak berpengaruh.
Pilih juga penghapus karet yang berkualitas baik. Jangan menggunakan karet
gelang untuk menghapus jawaban yang salah. Potensi penggunaan karet gelang di
pelosok perlu di perhatikan para pengawas. Toh bisa saja masih ada siswa yang
menggunakannya.
Keempat, factor nervous saat ujian ternyata menjadi hal
yang pelik. Siswa cerdas sekalipun jika tidak bisa mengontrol kegelisahannya
ini akan cukup berakibat fatal. Pikiran tidak focus dan mengisi jawabanpun jadi
asal-asalan. Selain harus menyiapkan materi yang harus dipelajari ternyata
kesiapan mental juga penting. Jika pengawas melihat ada siswa yang merasa
nervous atau gelisah sebaiknya di lakukan langkah-langkah agar siswa bisa lebih
tenang dalam mengerjakan soal ujian.
Kelima, factor pengawas. Ada beberapa pengawas yang
mungkin tidak melakukan tugasnya dengan baik. Misalnya membiarkan siswa
mencontek berjamaah. Sehingga ini akan dapat berpotensi menggoyahkan jawaban
peserta. Tidak ada jaminan jika contekan-contekan yang bertebaran memiliki kode
yang sama dengan soal bahkan merupakan jawaban yang tepat bagi soal yang di
berikan. Artinya pengawas harus benar-benar melakukan tugasnya dengan baik agar
siswa yang benar-benar siap tidak menjadi goyah karena pengawasan yang lemah
sehingga menimbulkan kecurangan yang dibiarkan.
Keenam,
factor kesiapan tubuh. Tidak sedikit siswa yang belajar
mati-matian dengan menggunakan system kebut semalam. SKS jelas sangat tidak
dianjurkan. SKS hanya cocok bagi beberapa siswa tapi hasilnya pun jauh dari
maksimal. Siswa sebaiknya mengangsur hafalan atau pemahamannya terhadap
kisi-kisi soal ujian yang benar-benar belum dikuasai.
Ketujuh, tidak memahami konsep dasar. Ada beberapa siswa
yang mengerjakan soal eksakta karena sudah ada contoh soal dengan tipe yang
sama. Sehingga jika diberikan dengan tipe soal yang sama siswa bisa mencontoh
langkah-langkah yang sudah ada. Celakanya jika tipe soalnya berbeda siswa akan
kelimpungan mencari jawabannya. Meskipun sudah open book siswa yang tidak
menguasai konsep dasar dijamin tidak akan dapat menyelesakan soal yang
diujikan. Jadi hendaknya guru dan orang tua benar-benar mengecek pemahaman
siswa terhadap sebuah soal dengan tipe-tipe yang berbeda namun masih dengan
kisi-kisi yang sama.
Kedelapan, factor doa orang tua. Faktor keluarga adalah factor
yang paling besar dalam mensupport siswa atau malah bisa sebaliknya. Tak jarang
ada beberapa siswa yang sudah memasuki remaja seringkali memiliki masalah
keluarga. Entah itu bertengkar dengan ayahnya atau ibunya. Sebaiknya sebelum
ujian nasional semua permasalahan keluarga harus diselesaikan agar tidak
memengaruhi pikiran siswa ketika melakukan ujian. Doa orang tua tentu akan
sangat manjur jika siswa mau mematuhi orang tua.
Buat para siswa yang hendak
melaksanakan Ujian Nasional, tinggalkan lah “sejenak” kesenangan
dunia. Facebook, twitter, PSP, istagram, frendster, google++, path, BBM,
kakao-talk, whatsapp, we-chat, line, dan segala hal yang membuat
kalian terlena sebaiknya di tunda dulu. Masalah UN bukanlah masalah yang pelik
jika kalian mempersiapkannya dengan baik. Seperti yang saya sebutkan diatas,
lebih banyak kesalahan teknis yang dilakukan karena kecerobohan dan
ketidaktelitian. Yakin Dengan Usaha Kalian Pasti Bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar